Di suatu pagi yang aneh,
aku terbangun dari tidurku yang aneh. Orang-orang bilang malam itu malming, ada
yang bilang satnit (Saturday night mungkin). Para jomblo bilang malam itu
kelabu. Ternyata perbedaan pendapat bukan hanya dalam masalah fiqih saja. Saya
curiga, jangan-jangan anggota MPR, Majelis Para Remaja, akan mengadakan rapat
besar untuk menentukan penamaan yang disepakati untuk mengganti nama malam
minggu. Saya lebih suka menamakannya dengan malam ahad. Malam ahad memang
sebuah malam yang aneh, di mana banyak para pemuda pemudi berevolusi menjadi
kalong. Yang tidak tahu kalong, nama lainnya Pterocarpus edulis. Masih tidak
tahu? tanya mbah Gugel. Hehe.. Mereka bergadang semalaman dengan hal-hal yang
tidak bermanfaat; main game online, berpacaran , ngedrive seolah raja jalanan,
dan seabrek aktivitas lain yang jujur saja bagiku itu semua tak lebih nikmat
dari tidur. Lalu di pagi hari, mereka tidur sampai matahari style cool selama
lebih dari dua puluh ribu detik menerangi bumi. Oh, mereka human atau big bat
sih?
Selepas sholat subuh,
seorang dosen kami maju menyampaikan beberapa wejangan kepada kami, para
mahasiswa yang tak suka kue ulang tahun. Salah satu dari empat poin yang Beliau
ultimatumkan pagi itu adalah mengenai tahun baru. Tentu saja yang dimaksud
adalah tahun baru hijriyah. Jika tahun baru masehi maka judul artikel ini akan
saya ubah menjadi “Kegilaan Di Tahun Baru”. Bicara tentang tahun baru masehi,
saya jadi ingat ada seseorang yang rela menjual hapenya sebagai modal
berfoya-foya di malam tahun baru. Hm, jadi anak gaul memang capek ia? Back to
our topic, terinspirasi dari sang dosen favorit itu, saya mencoba berbagi
kepada teman-teman tentang keanehan di tahun baru. Tentu saja saya akan
menambahkannya dan mengubahnya dengan bahasa populer. Karena saya yakin,
pembaca blog saya tak semuanya mahasiswa agama.
Banyak dari kawula muda
yang menyangka di tahun baru umur mereka bertambah, sehingga mereka menyambut
tahun baru dengan bersuka ria, berpesta pora, bercanda tawa, dan semua
aktivitas yang ujungnya huruf a. Aneh? Tentu saja, kawan! Bagaimana seseorang
yang berakal sehat bisa bersenang-senang di atas sesuatu yang tidak
menyenangkan? Sejatinya, satu detik yang berlalu semakin mendekatkan seseorang
kepada kematian, sang pemutus kelezatan. Loh, jika satu tahun telah berlalu,
maka sama artinya tiga ratus enam puluh hari, alias empat puluh delapan pekan,
alias dua belas bulan, alias satu tahun kita semakin dekat kepada terminal
bernama maut itu. Jika diibaratkan satu hari kita berjalan sepuluh kilometer,
maka kita mendekati kediaman malaikat maut sejauh tiga ribu enam ratus
kilometer. Logiskah jika kita malah bersuka ria di saat kiamat kecil kian
mendekat?
Mungkin ada yang bilang,
“Ente kagak usah sok alim deh bro. Kita-kita ini cuma mensyukuri nikmat umur
yang telah diberikan Tuhan untuk kita. Kita udah panjang umur setahun. Lu
jangan kufur nikmat bro. Belajarlah bersyukur!” Lah, jika ada si kaya yang
memberi A dan B masing-masing duit seratus ribu, terus si A menghamburkan uang
itu untuk bersenang-senang, makan di KFC, nonton bioskop, main game online,
beli rokok sekian bungkus, beli narkoba, dan minuman beralkohol tinggi.
(Memangnya cukup?) Sedangkan B malah menjadikannya modal buat usaha
kecil-kecilan untuk membiayai adiknya sekolah. Sehingga B menjadi
enterpreneurship ternama dan mampu memberi si orang kaya itu berkali-kali lipat
lebih banyak. Nah, siapakah yang layak diberi predikat sebagai orang yang bersyukur?
Tentu jawabannya si B. Karena itu, syukurilah nikmat waktumu dengan mendekatkan
diri kepada Sang Pencipta Waktu. Taati perintah-Nya, jauhi larangan-Nya.
Gunakan waktu-waktu tersebut dengan hal yang bermanfaat untuk akhirat dan
duniamu. Itulah cara tepat mensyukuri sang waktu.
Kematian akan selalu
mendekat, sedangkan bekal kita masih amat sedikit. Amal yang baik saja sedikit,
tentu lebih sedikit lagi yang diterima. Oleh karena itu, tahun baru adalah
panggung yang tepat untuk mengoreksi diri. Saya jadi ingat perkataan al-Farouq,
Umar bin al-Khaththab, “Hisablah diri kalian sebelum diri kalian dihisab.”
Benar, koreksilah diri kalian sebelum pengadilan setelah mati yang akan
mengoreksi kalian. Anehnya, kebanyakan kaum muslimin justru gemar dan hobi
mencari-cari kesalahan orang lain ketimbang kesalahan diri sendiri.
Peribahasanya, semut di seberang lautan tampak, gajak di pelupuk mata tak
tampak. Aneh, bukan? Syndrom anehalitus bin ajaibalitus ini tidak lain dan
tidak bukan disebabkan karena frekuensi mengoreksi orang lain lebih besar dari
frekuensi mengoreksi diri sendiri. Jadi, tak ada alasan untuk mengatakan; saya
masih muda, masih ada hari esok, dan angan-angan nol besar lainnya. Siapa yang
menjamin bahwa esok jantung kita masih kembang-kempis memompa darah? Bahkan
siapa yang menjamin lima menit lagi kita masih bernafas, kawan?
Tahukah kalian asal mula
penetapan tahun baru islam adalah hijrah? Jadi ceritanya, karena beberapa
sebab, Khalifah kedua Umar bin Al-Khaththab meninggalkan penanggalan jahiliyah
dan menggantinya dengan kalender Islam di masa pemerintahannya. Mengapa yang jadi
patokannya adalah hijrah Nabi? Kenapa tidak hari diutusnya Nabi? Kenapa tidak
diturunkannya Al-Qur’an? Jawabannya, karena hijrah adalah awal perubahan besar
dan signifikan bagi kaum muslimin. Sejatinya, roh hijrah bukan terletak pada
sejarahnya, berpindahnya dari Makkah ke Madinah, atau berpindahnya dari suatu
kota ke kota yang lain, namun roh hijrah adalah meninggalkan semua larangan
Allah dan Rasul-Nya semata karena Allah. Jangan sampai ada lagi istilah STMJ.
Sholat Terus Maksiat Jalan.
Jadi, tidak sepantasnya
seorang muslim merasa puas hanya dengan penampilan lahiriah saja. Tapi di balik
semua itu dia hanyut dalam kenikmatan semu yang ditawarkan kemaksiatan. Oh,
yang penting saya sudah sholat, menginjakkan kaki di masjid. Oh, yang penting
saya sudah menampakkan batang hidung saya di majelis taklim. Oh, yang penting
saya sudah puasa dan buka bareng keluarga. Ini bukanlah pola pikir the real
moslem. Ini bukanlah hijrah yang hakiki. Muslim sejati bukanlah hanya sekedar
ini, sekedar itu, dan sekedar sekedar lainnya. Namun dialah yang memahami
hikmah dan ruh dari suatu ibadah. Jika seorang muslim beribadah karena
penampilan fisik saja, maka petakalah yang akan menimpanya. Nabi mengabarkan
bahwa siapa yang menuntut ilmu untuk meraih bagian dari dunia, maka dia tidak
akan mencium bau surga. Padahal, bau surga itu bisa tercium dari jarak yang
jauh. Bahkan di lain kesempatan, Beliau mengabarkan bahwa yang pertama kali
masuk neraka adalah mereka yang beribadah hanya untuk meraih predikat, titel,
gelar, dan sanjungan manusia. Alih-alih masuk surga, malah jadi pertamax
penghuni dasar neraka. Na’udzubillah deh.
Hebat bukan, di tahun baru
ini, kita bisa memetik mutiara hikmah untuk senantiasa mengoreksi diri. Walau
seharusnya instropeksi diri itu dilakukan kapan saja. Kita juga bisa memahami
arti sebenarnya dari hijrah yang jadi awal penanggalan tahun bagi kaum
muslimin. Dan kita juga bisa menemukan keanehan-keanehan yang tidak seharusnya
dilakukan seorang muslim berkaitan dengan tahun baru. By the way, semoga kita lebih
bijaksana dalam menyikapi hidup yang terbatas ini dan lebih dewasa dalam
memaksimalkan sisa umur yang ada.
3 Muharram 1433 H / 28
November 2011 M
Beberapa menit sebelum
kuliah dimulai
Penulis : Roni
Nuryusmansyah
0 komentar:
Posting Komentar